Melihat dan Mendengar dengan Hati
17AGU
Wahai manusia. Apakah kalian sudah bisa melihat? Apakah kalian sudah bisa mendengar? Apakah yang kalian lihat dan dengar itu sudah benar? Apakah sudah menggunakan hatimu? Karena aku masih saja melihat bahwa kalian terus berbohong dan membohongi diri kalian sendiri. Yang oleh karena itulah kalian pun menjadi munafik.
Jangan biarkan waktumu habis hanya dalam kebohongan diri. Tetaplah dalam ikatan batin yang terikat kepada-Nya. Dan ketika engkau dapat menyadari kefanaan dirimu itu, maka bersyukurlah. Karena siapa saja yang belum bisa bersyukur dalam arti yang sebenarnya, akan cenderung menyombongkan dirinya. Ia pun – sadar atau tidak – akan merasa bisa hidup dalam waktu yang lama, bahkan abadi. Sehingga tiada yang berarti dalam hidupnya, selain kehinaan.
Ingatlah wahai manusia, ingatlah! Bahwa dalam kasih-Nya Allah SWT telah mengingatkan kita semua dengan berfirman;
”Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (QS. Al-Hajj [22] ayat 46)
Tapi, apa yang terjadi? Apa yang kebanyakan di lakukan? Tidaklah kalian senang membaca ayat ini. Kalian pun tidak memahami dan tidak pula menjalaninya. Sehingga tidak sedikit darimu yang terus ingkar kepada aturan-Nya. Hukum-hukum-Nya pun hanya di jadikan topeng yang selalu digunakan untuk menutupi keburukan akhlakmu. Engkau juga telah berlaku munafik, yang bahkan di lakukan di setiap harinya.
Ya. Demikianlah adanya dirimu hai orang-orang munafik. Tidaklah aku tertipu oleh dusta dan ketersembunyian dirimu yang licik itu. Sebab, mataku jelas melihatnya, telingaku jelas mendengarnya, sementara hatiku lebih dari pada pengetahuan itu. Dan ketika aku berdekatan denganmu, maka yang tampak bagiku hanyalah syaitan berbadan manusia.
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian dari mereka itu membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia),…..” (QS. Al-An`aam [6] ayat 112)
Bersyukurlah bagi yang hatinya tidak buta. Meskipun kebutaan zahir telah nyata di tubuhnya, maka siapa saja yang hatinya tidak buta, ia akan tetap bisa melihat dengan jelas. Sementara yang matanya normal dan sehat, tidak jarang terus buta dalam kehidupannya.
Inilah di antara pribadi yang tidak bisa menatap wajah-Nya dalam pertemuan cinta. Bagaimana ia dapat melihat, sementara mata yang harus digunakan telah ditutupi kemunafikkan diri? Dan ketika ia terus berpura-pura bisa melihat-Nya, maka disitulah tampak kehinaan dan kebodohannya semakin jelas.
O… sungguh sangat disayangkan saat ini, karena semua yang terbaik bagi manusia telah ada. Tuntunan yang benar pun sudah di wariskan oleh kekasih yang mulia; Rasulullah SAW. Namun engkau – khususnya orang Islam – tidak mengindahkannya. Kalian terus saja menjauh dari rahmat-Nya, yang tentunya akan menjauhkan dirimu dari kemuliaan.
Bahkan sebenarnya kalian sudah tahu tentang mana yang salah dan mana yang benar, mana yang hak dan mana pula yang bathil, dan banyak pula dari kalian sudah tahu tentang siksaan di Neraka dan kebahagiaan di Syurga. Tetapi kenyataannya, kalian pun tidak ber-istiqomah dalam Islam. Kalian juga tidak bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah dan larangan-Nya, dengan tidak sibuk mempersiapkan bekal akheratmu. Dan itu terlihat jelas, ketika di setiap harinya justru hanya duniawi dan duniawi yang di urus, tidak lebih dari itu. Sehingga yang tertinggal hanyalah kehinaan dan penyesalan belaka.
Untuk itu, janganlah engkau bersuka cita dalam kesenangan duniawi, namun jangan pula bersedih hati dalam penderitaannya. Bersedihlah di dalam kesenangan duniawi dan berbahagialah di dalam penderitaannya, karena engkau pun akan tercukupi oleh-Nya.
Ya. Beragam ujian adalah hamparan padang anugerah-Nya. Lembah kesucian dan hari raya bagi kemuliaan. Sehingga bila saat ini engkau tidak beruntung, maka yakinlah bahwa suatu saat nanti itu akan berbeda. Jika tidak di dunia, tentulah pasti di akherat nanti.
Sehingga, bagaimana bisa engkau tidak berusaha mencari, bila Dia senantiasa terhijab? Bagaimana dirimu bisa tenang, sementara Dia terus mengawasi? Engkaulah penentu! Engkaulah yang memilihnya! Sedangkan Dia telah menebarkan rahmat dan anugerah-Nya di dunia. Yang bisa kau ambil hanya dengan hati yang jujur dalam menjalankan hukum-Nya.
Namun, banyaklah dari kalian yang senang dengan kebohongan dan tidak sedikit yang cinta dengan kemunafikkan. Lihatlah ketika kalian berpuasa di bulan Ramadhan, bukankah dusta dan sifat riya`-mu semakin meningkat?. Lihatlah dirimu yang sebelumnya tidak pernah sembahyang berjamaah di masjid, lalu rajin datang ke masjid. Dirimu yang tidak biasa ber-tadarus Al-Qur`an, akhirnya rajin juga membaca ayat-ayat Al-Qur`an. Dan dirimu yang tidak pernah bersedekah, akhirnya berlombang-lomba melakukannya. Tetapi jika bulan puasa berlalu dan Syawal telah datang, engkau kembali pada kebiasaan lamamu, yaitu larut dalam kemaksiatan dan cinta duniawi lainnya. Sehingga inilah bukti nyata akan kebohongan dan kemunafikan dirimu, hai orang-orang munafik.
O… Mana penglihatanmu? Mana pendengaranmu wahai manusia? Engkau punya mata, tetapi tak melihat-Nya. Engkau punya telinga, tetapi tidak mendengar-Nya. Bahkan hatimu yang ada di dalam dada tidak bisa lagi merasakan rasa yang seharusnya engkau miliki, yaitu cinta kepada-Nya. Dan itu semua hilang bersama waktu yang bergulir, dengan tidak senang mengikuti perintah dan larangan-Nya. Yang pada akhirnya akan menjerumuskanmu semakin dalam di dalam azab-Nya.
Ya. Jika engkau mencintai sesuatu, maka hati-hatilah dengan penghambaan diri. Sebab, saat dirimu mencintai sesuatu sehingga lebih dari mencintai Dzat Allah SWT, maka sebenarnya dirimu telah menjadi hambanya. Terlalu cinta kepada duniawi, artinya engkau menuhankan dia. Terlalu cinta kepada harta dan jabatan, berarti engkau telah menjadi hambanya. Dan terlalu mencintai anak istri, kekasih atau bahkan dirimu sendiri juga berarti bahwa dirimu telah menuhankan itu semua.
Lantas apakah masih pantas engkau mengaku sebagai hamba-Nya yang setia? Apakah layak dirimu tetap merasa masih sebagai bagian dari Mukmin yang sejati. Padahal engkau telah menduakan-Nya. Engkau pun telah jelas tertipu. Engkau telah dibohongi oleh iblis dan syaitan. Bahkan dirimu juga telah dibodohi, lantaran tidak melihat dan mendengar dengan hatimu. Sementara bila hanya mata, maka itulah gerbang kekeliruan diri.
Untuk itu, tidaklah cukup bila dirimu hanya menyaksikan apa saja yang tampak di depan mata dan di dengar oleh telinga zahirmu. Engkau harus melihat dan mendengarkan yang lainnya, yang itu semua hanya bisa di lihat dan di dengarkan oleh hatimu. Sebab, mata dan telinga hati dapat menembus apa saja, yang bahkan tidak satupun bisa di lakukan oleh mata dan telinga zahir.
Sering-seringlah engkau menyatu dengan alam bebas di luar sana. Karena dengannya, maka penglihatan dan pendengaranmu akan semakin tajam dari biasanya. Dan ini sudah terbukti pasti, sebab semua para Nabi dan Rasul adalah petualang yang sering bertadabur di alam bebas. Mereka pun senantiasa berpikir, sehingga mereka bisa merasakan yang tidak bisa dirasakan oleh kebanyakan orang. Bisa melihat dan mendengar yang tidak dapat di lakukan oleh orang-orang yang ada di sekitar mereka. Sehingga mereka pun membenarkan yang salah, memperbaiki yang rusak, dan melengkapi yang kurang dalam cinta yang murni.
Ya. Bukankah sebaik-baiknya yang kita lakukan adalah mengikuti jejak para Nabi dan Rasul? Mereka selalu menggunakan mata dan telinga hatinya, sehingga amal dan ibadahnya hanya kepada dan untuk Dzat Allah SWT. Dan ini adalah kebahagiaan yang sebenarnya, inilah keindahan yang sejati. Sementara cinta yang murni telah menjadi langkah awal, ruas jalan dan tujuan akhir dari perjalanan mereka.
Makanya, tidaklah seseorang itu akan keluar dari kesedihan bila saja ia tidak mau melihat dan mendengarkan dengan hatinya sendiri. Padahal hanya dengan bisa keluar dari kesedihanlah, maka seseorang pun akan beribadah dan melakukan penghambaan diri dengan benar kepada-Nya. Ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena kesedihan yang sesungguhnya adalah kebahagiaan yang bisa dirasakan oleh yang beriman. Kesenangan yang hanya bisa dinikmati oleh pribadi yang mata dan telinga hatinya tidak buta.
Tapi dirimu senantiasa menjauh dari keimanan yang sesungguhnya. Engkau gemar sekali menumbangkan cinta yang sejati hanya kepada-Nya, dengan senang melakukan sesuatu yang dibarengi dengan riya`. Engkau kerap bekerja dan beribadah dengan mengharapkan pahala dan terhindar dari dosa. Padahal bekerja dan beribadah itu hanya Allah SWT lah yang tahu kualitasnya. Dia pula yang akan memberikan balasannya, yang akan sesuai dengan keikhlasanmu. Sementara saat dirimu masih berlaku riya` dan mengharapkan balasan yang setimpal dari-Nya, itu berarti tidak ikhlas, sehingga bahkan bisa menjadi beban dosa yang kian menumpuk di atas pundakmu.
Dia Maha Mengetahui kekurangan dirimu, tetapi engkau terus saja merasa paling sempurna. Dia Maha Melihat kebusukan perilakumu, namun dirimu masih saja terus menipu-Nya. Engkau sungguh tolol, tetapi merasa paling pintar. Sehingga yang tertinggal hanyalah kehinaan.
Allah SWT telah mengancam kalian hai orang-orang kufur dengan berfirman;
“Mereka tuli, bisu dan buta (hatinya), maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Al-Baqarah [2] ayat 18)
Ya. Demikianlah adanya, bahwa banyak sekali di antara kalian yang telah tuli, bisu dan buta, tetapi bukan secara fisik, melainkan hatinya. Sehingga tidak dapat lagi melihat, mendengar dan merasakan kebenaran yang datangnya dari kebenaran-Nya. Kalian hanya mengikuti prasangka kalian sendiri, yang juga diiringi oleh prasangka para penyembah berhala duniawi. Yang pada akhirnya mengantarkan diri kalian sendiri ke jurang kehancuran di akherat; Neraka.
Maka dari itu wahai semuanya. Tidaklah kalian bisa menjadi manusia yang sesungguhnya selama tidak mau menggunakan mata dan telinga hatimu. Tidak akan mungkin engkau bisa berada di dalam tingkat derajat kemuliaan, bila tidak mengunakan mata dan telinga hatimu. Karena segala sesuatu yang dilihat dan di dengar dengan hati adalah kebenaran yang sejati. Yang dengannya pula akan hadirlah banyak kebaikan, kebagusan dan kebenaran Ilahi. Sehingga yang tersisa nanti adalah kebahagiaan, keindahan dan kemuliaan yang sesungguhnya.
Namun, engkau tetaplah dirimu yang dungu. Tidak mau mendengar dan tidak pula mau melihat. Hatimu yang sejatinya adalah tempat cahaya Ilahi, justru di jadikan tempat bersemayamnya syaitan. Engkau pun senang dengan hal itu, sehingga terus berada di dalam kekufuran. Tidak berusaha keluar darinya, bahkan sampai harus meregang nyawa.
Ya. Kapan terakhir kalinya dirimu menangisi akheratmu? Atau malah justru banyak menangis tetapi demi duniamu. Padahal antara kehidupan dunia dan kehidupan akherat perbandingannya sangat jauh. Dunia hanya bersifat sementara, sedangkan akherat selamanya. Lantas mengapa dirimu hanya menangisi tentang masalah dunia, sementara ia hanya sementara? Mengapa tidak akheratmu saja yang banyak kau tangisi; misalnya tentang bekal yang masih sedikit, karena ia akan abadi.
Lihatlah dirimu sendiri! Engkau sudah hidup di dunia, makan dan minum, bangun dan terjaga pun di dunia. Tetapi mengapa tetap saja yang kau kejar-kejar adalah duniawi? Mengapa tidak ada yang lain dari itu, yaitu mempersiapkan bekal akheratmu? Padahal hanya dengan itulah engkau pun dapat selamat dari azab-Nya.
Untuk itulah, Allah SWT tidak pernah menyukai amal dan ibadah yang tidak diperuntukkan kepada-Nya. Jangan engkau mengira Dia membutuhkan apa yang kau berikan, karena engkaulah yang membutuhkan itu semuanya nanti. Dia Maha Kaya dan telah cukup dengan Diri-Nya sendiri. Tidak pernah ada yang bisa mempengaruhi atau mengurangi-Nya. Karena Dia-lah Sang Maha Kuasa.
Pun, janganlah engkau bangga dengan datangnya anugerah yang Dia berikan. Sebab, hal itu bisa saja sebagian dari ujian-Nya yang besar. Tetaplah engkau menggunakan mata dan telinga hatimu. Tetaplah engkau pada sikap wustha (pertengahan) dan seimbang dalam segala hal. Niscaya engkau bisa keluar dari kesedihan, sementara keselamatan dan rahmat-Nya pun tentu senang menyertaimu.
[Cuplikan dari buku "Kesedihan yang Indah", karya; Mashudi Antoro]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar